Rabu, 03 November 2010

Mata kuliah Pendidikan Pancasila

TINJAUAN MATA KULIAH
Mata kuliah Pendidikan Pancasila memberikan penjelasan tentang perlunya diberikan perkuliahan Pancasila dari berbagai sudut pandang, beberapa teori asal mula, fungsi dan kedudukan, hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945, pemikiran dan pelaksanaan serta reformasi pemikiran dan pelaksanaan Pancasila. Selain hal tersebut di atas, pada matakuliah Pendidikan Pancasila ini juga dibahas permasalahan aktual dewasa ini khususnya tentang SARA, HAM, krisis ekonomi, dan berbagai pemikiran yang digali dari nilai-nilai Pancasila.
Modul-modul matakuliah Pendidikan Pancasila ini disusun berdasarkan Garis Besar Program Pembelajaran yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nomor: 265/DIKTI/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Pancasila Pada Perguruan Tinggi di Indonesia.
Tujuan umum yang ingin dicapai oleh matakuliah Pendidikan Pancasila tertuang dalam Tujuan Instruksional Umum, yaitu mahasiswa diharapkan dapat:
  • Memahami landasan diberikannya perkuliahan Pancasila.
  • Memahami pengertian Pancasila.
  • Memahami pengetahuan ilmiah secara umum dan Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah.
  • Memahami Pancasila sebagai obyek studi ilmiah.
  • Memahami pengertian teori asal mula.
  • Memahami teori asal mula Pancasila secara budaya, asal mula Pancasila formal, dan dinamika Pancasila sebagai dasar negara.
  • Memahami dan menjelaskan fungsi serta kedudukan Pancasila, baik secara formal yaitu Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia maupun secara material yakni Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
  • Memahami dan menjelaskan tentang hubungan Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 maupun kedudukan hakiki Pembukaan UUD 1945.
  • Memahami dan menjelaskan pemikiran dan pelaksanaan Pancasila serta Reformasi pemikiran dan pelaksanaan Pancasila.
  • Memahami dan menjelaskan berbagai permasalahan aktual dewasa ini, khususnya permasalahan SARA, HAM, dan krisis ekonomi serta berbagai pemikiran yang digali dari nilai-nilai Pancasila untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Modul 1
PANCASILA DAN PENGETAHUAN ILMIAH
  1. LANDASAN PERKULIAN DAN PENGERTIAN PANCASILA
Seluruh warga negara kesatuan Republik Indonesia sudah seharusnya mempelajari, mendalami dan mengembangkannya serta mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tingkatan-tingkatan pelajaran mengenai Pancasila yang dapat dihubungkan dengan tingkat-tingkat pengetahuan ilmiah. Tingkatan pengetahuan ilmiah yakni pengetahuan deskriptif, pengetahuan kausal, pengetahuan normatif, dan pengetahuan esensial. Pengetahuan deskriptif menjawab pertanyaan bagaimana sehingga bersifat mendiskripsikan, adapun pengetahuan kausal memberikan jawaban terhadap pertanyaan ilmiah mengapa, sehingga mengenai sebab akibat (kausalitas). Pancasila memiliki empat kausa :kausa materialis (asal mula bahan dari Pancasila), kausa formalis (asal mula bentuk), kausa efisien (asal mula karya), dan kausa finalis (asal mula tujuan).
Tingkatan pengetahuan normatif merupakan hasil dari pertanyaan ilmiah kemana. Adapun pengetahuan esensial mengajukan pemecahan terhadap pertanyaan apa, (apa sebenarnya), merupakan persoalan terdalam karena diharapkan dapat mengetahui hakikat. Pengetahuan esensial tentang Pancasila adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang inti sari atau makna terdalam dalam sila-sila Pancasila atau secara filsafati untuk mengkaji hakikatnya. Pelajaran atau perkuliahan pada perguruan tinggi, oleh karena itu, tentulah tidak sama dengan pelajaran Pancasila yang diberikan pada sekolah menengah.
Tanggung jawab yang lebih besar untuk mempelajari dan mengembangkan Pancasila itu sesungguhnya terkait dengan kebebasan yang dimilikinya.
Tujuan pendidikan Pancasila adalah membentuk watak bangsa yang kukuh, juga untuk memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila. Tujuan perkuliahan Pancasila adalah agar mahasiswa memahami, menghayati dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga negara RI, juga menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan pemikiran yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
  1. PANCASILA SEBAGAI PENGETAHUAN ILMIAH
Pengetahuan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat-syarat ilmiah yakni berobjek, bermetode, bersistem, dan bersifat universal. Berobjek terbagi dua yakni objek material dan objek formal. Objek material berarti memiliki sasaran yang dikaji, disebut juga pokok soal (subject matter) merupakan sesuatu yang dituju atau dijadikan bahan untuk diselidiki. Sedangkan objek formal adalah titik perhatian tertentu (focus of interest, point of view) merupakan titik pusat perhatian pada segi-segi tertentu sesuai dengan ilmu yang bersangkutan. Bermetode atau mempunyai metode berarti memiliki seperangkat pendekatan sesuai dengan aturan-aturan yang logis. Metode merupakan cara bertindak menurut aturan tertentu. Bersistem atau bersifat sistematis bermakna memiliki kebulatan dan keutuhan yang bagian-bagiannya merupakan satu kesatuan yang yang saling berhubungan dan tidak berkontradiksi sehingga membentuk kesatuan keseluruhan. Bersifat universal, atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa penelusuran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, melainkan karena alasan yang dapat diterima oleh akal. Pancasila memiliki dan memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah sehingga dapat dipelajari secara ilmiah.
Di samping memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah. Pancasila juga memiliki susunan kesatuan yang logis, hubungan antar sila yang organis, susunan hierarkhis dan berbentuk piramidal, dan saling mengisi dan mengkualifikasi.
Pancasila dapat juga diletakkan sebagai objek studi ilmiah, yakni pendekatan yang dimaksudkan dalam rangka penghayatan dan pengamalan Pancasila yakni suatu penguraian yang menyoroti materi yang didasarkan atas bahan-bahan yang ada dan dengan segala uraian yang selalu dapat dikembalikan secara bulat dan sistematis kepada bahan-bahan tersebut. Sifat dari studi ilmiah haruslah praktis dalam arti bahwa segala yang diuraikan memiliki kegunaan atau manfaat dalam praktek. Contoh pendekatan ilmiah terhadap Pancasila antara lain: pendekatan historis, pendekatan yuridis konstitutional, dan pendekatan filosofis.
Modul 2
ASAL MULA PANCASILA
  1. TEORI ASAL MULA PANCASILA
Asal mula Pancasila dasar filsafat Negara dibedakan:
  • Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
  • Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran yang sangat menentukan.
  • Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam sidang-sidangnya.
  • Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada kausan finalis tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.
  • Unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya misalnya:
Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan, bukti-buktinya: bangunan peribadatan, kitab suci dari berbagai agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, upacara keagamaan pada peringatan hari besar agama, pendidikan agama, rumah-rumah ibadah, tulisan karangan sejarah/dongeng yang mengandung nilai-nilai agama. Hal ini menunjukkan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia, bukti-buktinya misalnya bangunan padepokan, pondok-pondok, semboyan aja dumeh, aja adigang adigung adiguna, aja kementhus, aja kemaki, aja sawiyah-wiyah, dan sebagainya, tulisan Bharatayudha, Ramayana, Malin Kundang, Batu Pegat, Anting Malela, Bontu Sinaga, Danau Toba, Cinde Laras, Riwayat dangkalan Metsyaha, membantu fakir miskin, membantu orang sakit, dan sebagainya, hubungan luar negeri semisal perdagangan, perkawinan, kegiatan kemanusiaan; semua meng-indikasikan adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan, sebagai bukti-buktinya bangunan candi Borobudur, Candi Prambanan, dan sebagainya, tulisan sejarah tentang pembagian kerajaan, Kahuripan menjadi Daha dan Jenggala, Negara nasional Sriwijaya, Negara Nasional Majapahit, semboyan bersatu teguh bercerai runtuh, crah agawe bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu lidi, sadhumuk bathuk sanyari bumi, kaya nini lan mintuna, gotong royong membangun negara Majapahit, pembangunan rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru, pembukaan ladang baru menunjukkan adanya sifat persatuan.
Unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita, bukti-buktinya: bangunan Balai Agung dan Dewan Orang-orang Tua di Bali untuk musyawarah, Nagari di Minangkabau dengan syarat adanya Balai, Balai Desa di Jawa, tulisan tentang Musyawarah Para Wali, Puteri Dayang Merindu, Loro Jonggrang, Kisah Negeri Sule, dan sebagainya, perbuatan musyawarah di balai, dan sebagainya, menggambarkan sifat demokratis Indonesia;
Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap sesama, bukti-buktinya adanya bendungan air, tanggul sungai, tanah desa, sumur bersama, lumbungdesa, tulisan sejarah kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga, Sunan Kalijaga, Ratu Adil, Jaka Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya, penyediaan air kendi di muka rumah, selamatan, dan sebagainya.
Pancasila sebenarnya secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang baik-baik yang digali dari bangsa Indonesia. Disebut sebagai kristalisasi nilai-nilai yang baik. Adapun kelima sila dalam Pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur tidak boleh terputus satu dengan yang lainnya. Namun demikian terkadang ada pengaruh dari luar yang menyebabkan diskontinuitas antara hasil keputusan tindakan konkret dengan nilai budaya.
  1. ASAL MULA PANCASILA SECARA FORMAL
BPUPKI terbentuk pada tanggal 29 April 1945. Adanya Badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa).
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945. Pada sidang pertama M. Yamin dan Soekarno mengusulkan tentang dasar negara, sedangkan Soepomo mengenai paham negara integralistik. Tindak lanjut untuk membahas mengenai dasar negara dibentuk panitia kecil atau panitia sembilan yang pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan Rancangan mukaddimah (pembukaan) Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muhammad Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.
Sidang kedua BPUPKI menentukan perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau panitia sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta. Di samping menerima hasil rumusan Panitia sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yakni: 1) Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota berjumlah 19 orang 2) Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso beranggotakan 23 orang 3) Panitia ekonomi dan keuangan dengan ketua Moh. Hatta, bersama 23 orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil Perancang Hukum Dasar yang dipimpin Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah dapat menyelesaikan tugasnya Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi Linkai), yang sering disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan menetapkan: menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Mukaddimah Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan
Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai mukaddimah.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, merupakan sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan selesailah tugas badan tersebut. Pada tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang pertama PPKI 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan menetapkan:
  1. Piagam Jakarta sebagai rancangan Mukaddimah Hukum Dasar oleh BPUPKI pada tanggl 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
  2. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
  3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yakni Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta.
  4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai Badan Musyawarah Darurat.
Sidang kedua tanggal 19 Agustus 1945, PPKI membuat pembagian daerah propinsi, termasuk pembentukan 12 departemen atau kementerian. Sidang ketiga tanggal 20, membicarakan agenda badan penolong keluarga korban perang, satu di antaranya adalah pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada 22 Agustus 1945 diselenggarakan sidang PPKI keempat. Sidang ini membicarakan pembentukan Komite Nasional Partai Nasional Indonesia. Setelah selesai sidang keempat ini, maka PPKI secara tidak langsung bubar, dan para anggotanya menjadi bagian Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Anggota KNIP ditambah dengan pimpinan-pimpinan rakyat dari semua golongan atau aliran dari lapisan masyarakat Indonesia.
Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok.
  1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia.
  2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
  3. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Dari tiga kelompok di atas secara lebih rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada tujuh yakni:
  1. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan dalam pidato “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” (Rumusan I).
  2. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan sebagai usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar (Rumusan II).
  3. Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato Dasar Indonesia Merdeka, dengan istilah Pancasila (Rumusan III).
  4. Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil kesepakatan yang pertama (Rumusan IV).
  5. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 adalah rumusan pertama yang diakui secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara (Rumusan V).
  6. Mukaddimah KRIS tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950 tanggal 17 Agustus 1950 (Rumusan VI).
  7. Rumusan dalam masyarakat, seperti mukaddimah UUDS, tetapi sila keempatnya berbunyi Kedaulatan Rakyat, tidak jelas asalnya (Rumusan VII).